agus

agus
guru matematika SMPN2 Way Seputih Kab. Lampung Tengah

Rabu, 27 April 2011

GURU BERSERTIFIKASI HARUS PROFESIONAL

 
BALIKPAPAN-Pakar pendidikan yang juga Guru Besar Uninus Bandung, Prof.Dr. H.E. Mulyasa,M.Pd. menilai guru sertifikasi menyalahi undang-undang (UU) jika tidak mengajar secara baik dan profesional guna peningkatan kualitas pendidikan.
Hal ini disampaikan dalam Seminar Akbar dengan tema Profesionalisme Guru melalui sertifikasi dan Pelatihan Profesi Guru (PPG), dilaksanakan oleh FKIB Universitas Balikpapan (Uniba) di aula Uniba pada Minggu (24/4).
Mulyasa menegaskan, program sertifikasi baru berhasil meningkatkan kesejahteraan pendidik, tetapi belum memberi dampak signifikan untuk mendorong tercapainya tujuan pendidikan yang berkualitas.
“Terkait sertifikasi, kami melihat dari pihak sekolah dan guru harus memenuhi kewajiban undang-undang. Dalam undang-undang guru diharapkan mengajarnya harus menarik, harus menantang, harus menyenangkan, dan sebagainya. Kalau tidak begitu berarti guru menyalahi undang-undang,” ungkap Mulyasa saat ditemui Balikpapan Pos setelah pelaksanaan seminar.
Dia menyampaikan, perolehan sertifikat pendidik melalui proses formal sertifikasi tidaklah serta merta menjadikan para guru sebagai pendidik yang profesional. Hal ini ditegaskan karena profesionalisme itu adalah sesuatu yang becoming atau ‘sebuah proses menjadi’ yang dibangun secara sengaja dan terus-menerus melalui perubahan diri dan lingkungan, pendidikan dan pelatihan yang terarah dan sistematis, serta kesanggupan guru itu sendiri menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat.
 Upaya-upaya itulah di antaranya yang akan menjadikan para pendidik professional sebagai adaptive teacher, yaitu guru yang memiliki kemampuan untuk selalu menyesuaikan dan memperbaharui diri demi kemaslahatan peserta didik.
“Disinilah guru harus dituntut untuk terus menigkatkan kemampuan dan kualitasnya,” ujar Mulyasa.
Seorang guru yang telah memiliki sertifikat, lanjut Mulyasa, maka secara langsung orang akan menyimpulkan bahwa ia adalah seorang guru yang profesional. Indikasinya, karena ia telah lulus penilaian portofolio.
Namun, apakah ada jaminan jika seorang guru yang telah memiliki sertifikat maka ia secara otomatis sebagai guru profesional? Seharusnya memang demikian. Karena yang namanya profesionalisme itu adalah sebuah istilah yang diperoleh setelah melalui sebuah proses tahapan tertentu. Karena ia telah melewati tahapan tertentu itulah, maka itu ia disebut profesional.
Artinya bahwa, seorang guru yang telah melalui penilaian portofolio itu sangat wajar bila gelar profesionalisme disandangnya. Berdasarkan ”gelar baru” itulah guru dapat bekerja secara profesional dan maksimal.
“Malu dong guru yang sudah memiliki sertifikasi ternyata tidak ada perubahan dalam mengajar,” ujar Mulyasa.
Karena itulah Mulyasa meminta kepada Dinas Pendidikan dan sekolah untuk selalu mengikutkan para gurunya dalam pelatihan profesi guru (PPG) maupun pelatihan lainnya, sebab semakin seringnya para guru dalam mengikuti pelatihan maka akan menambah wawasan dan kemampuannya.(are)

Senin, 04 April 2011

RENUNGAN

MENJADI GURU TRANSFORMASIONAL:
DIUBAH ATAU BERUBAH


Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga.


(Manajemen Perubahan dalam buku Change karya Renald Kasali, Ph.D).


Melihat kutipan di atas, mungkin rekan-rekan pembaca dan pengunjung blog ini akan berpikir: Apa yang perlu diubah dari seorang guru (matematika)? Uraian berikut, semoga membuka hati pembaca, khususnya Bapak/Ibu Guru untuk merenunginya.
Banyak di kalangan guru saat ini sudah sangat menikmati posisinya masing-masing pada
comfort zone. Zona kenyamanan: kenaikan pangkat yang mudah, gaji rutin, waktu mengajar yang relatif ringan, bebas audit kinerja yang rumit dan zona kenyamanan lain yang saat ini banyak diirikan orang (profesi) lain. Geliat guru dari ”tidur panjang” baru nampak ketika pemerintah mulai mengimplementasikan UU Guru dan Dosen tentang Sertifikasi, dengan harapan dapat meningkatkan profesionalisme guru. Ya ”SERTIFIKASI” dan ”PROFESIONALISME GURU”.
Dua topik tersebut yang sekarang menjadi bahan perbincangan di manapun berada baik oleh guru maupun bukan guru. Tetapi saya melihat nampaknya kata ”SERTIFIKASI” ini sekarang tak ubahnya ”pundi-pundi emas” yang selalu diimpi-impikan hampir seluruh guru di Indonesia. Saya katakan ”hampir” tidak ”semua”, karena masih ada sebagian kecil guru (termasuk saya) yang ”skeptis” terhadap harapan yang mengikutinya yaitu ”PROFESIONALISME GURU”.
Harapan dan tujuan pemerintah melakukan serifikasi untuk menjadikan guru yang ”profesional, bermartabat, sejahtera dan terlindungi’ adalah tujuan yang sangat mulia dan merupakan ’’angin surga” bagi guru. Sayangnya dalam mencapai tujuan tersebut kadang tidak diimbangi guru dengan upaya-upaya yang ’profesional dan elegan’ untuk mendapatkan predikat guru yang profesional. Banyak kecurangan yang terjadi di lapangan dilakukan oleh guru asal segera mendapatkan predikat ”LOLOS SERTIFIKASI” (seperti yang pernah saya posting dalam blog Dr. Marsigit).
Sebagai guru, kadang terusik nurani saya, melihat betapa banyaknya guru di sekitar kita yang meskipun telah lolos sertifikasi tapi
mindset-nya kayak lagunya Dian Pisesha yang sering saya nyanyikan waktu saya SD dulu alias ”AKU MASIH SEPERTI YANG DULU”. Banyak guru hanya memikirkan makna sejahtera (uang/tambahan penghasilan) bagi diri sendiri, yang penting dapat tunjangan tanpa berusaha mengimbanginya dengan usaha-usaha untuk mentransformasi dirinya ke arah profesional. Secara sepihak saya juga tidak menyalahkan guru tersebut, ataukah sistem yang selama ini sangat ”memanjakan” guru dan model sertifikasi (Portofolio) yang salah sehingga tidak membuat guru ”bangun” dari ”comfort zone”, tetapi hanya ”menggeliat” dan ”tidur lagi”. Rasanya semuanya tergantung penilaian diri masing-masing dan kembali pada nurani kita sebagai guru.
Lewat kutipan saya dari bukunya Rhenald Kasali di atas, saya berharap dan mengajak kepada pengunjung blog ini dan khususnya rekan-rekan guru Peserta Sertifikasi Jalur Pendidikan Matematika UNY 2008, marilah jangan kita sia-siakan kesempatan yang kita dapatkan ini dan senantiasa kita perlu ”mengupgrade diri”, sehingga kita selalu adaptif terhadap perubahan. Seperti kutipan Charles Darwin (Rhenald Kasali, 2006: 17) bahwa ”bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang melainkan yang paling adaptif”, yaitu mereka yang selalu menyesuikan diri terhadap perubahan. Meskipun konteks kalimat tersebut dalam perusahaan, menurut saya ini sangat relevan dengan profesi kita sebagai guru. Lantas mengapa guru harus berubah? Dan apa yang perlu kita ”upgrade”?.
Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan. Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan kegembiraan. Guru pun demikian. Ketika guru dalam kondisi
comfort zone, kadang-kadang kenyamanan membuat guru menjadi malas. Dan mungkin itu yang terjadi selama ini.
Oleh karena itu, sekali lagi saya mengajak kepada semuanya. Marilah kita manfaatkan hidup ini dan mensyukuri apa yang telah Alloh anugerahkan kepada kita bahwa kita guru untuk selalu berbenah dan berubah ke arah lebih baik. Ibarat processor komputer sudah tidak compatible lagi kita rasanya saat ini menggunakan processor Pentium, jaman sudah berubah dan beban kerja juga bertambah. Sudah saatya kita memakai processor Core Duo atau bahkan Core 2 Duo.
Sudah saatnya mindset lama sebagai guru ”ngene wae mlaku” diubah. Menjadi guru yang selalu berusaha mensejahterakan diri dengan manjadi guru yang ”up to date”, selalu meng”upgrade” diri, menjadi guru yang pembelajar sehingga menjadi guru yang mampu menciptakan kehidupan yang lebih berguna dan bermakna bagi anak didik kita. Di mana salah satunya kita perlu menyesuaikan diri dengan perubahan dengan belajar dan terus belajar, karena perubahan hanya bisa terjadi bila ada kemampuan dan kemauan untuk belajar.
Semuanya kembali kepada hati nurani kita sebagai guru. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi bapak/ibu guru yang lain.... Amin. ( dicopy dari www.mulyatisolo.blogspot.com )
4 komentar

PERLU DI INGAT ????

Kamis, 25 November 2010 09:22
Hari Guru Nasional (HGN) yang jatuh pada hari ini, Kamis (25/11/2010), diperingati oleh semua guru Indonesia. Dalam upacara HGN di Gedung Kementrian Pendidikan Nasional, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengucapkan terima kasih kepada semua guru Indonesia atas dedikasinya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. "Guru memiliki peran penting untuk memajukan pendidikan. Pendidikan yang mampu membangun karakter jujur, teguh, peduli," kata Nuh.
Nuh mengatakan, HGN kali ini mengambil tema Memacu Peran Strategis Guru dalam Mewujudkan Guru yang Profesionalitas, Bermartabat, dan Sejahtera. Dari tema tersebut, lanjut Nuh, ada tiga hal yang dapat dipetik dari peringatan HGN tahun ini. Pertama, HGN sangat baik untuk dijadikan ajang refleksi diri para guru. "Meski guru terkadang kurang menerima haknya, tetapi kurangnya itu bisa dijadikan investasi ke depan kepada masyarakat," tandas Nuh.
Kedua, HGN diharapkan menjadi upaya introspeksi dan ketiga, sebagai upaya menatap masa depan lebih baik dan menggapai cita-cita luhur. Berdasarkan itu, lanjut Nuh, ada tiga tugas penting yang harus diemban oleh seorang guru, yaitu mengajarkan ilmu, membentuk karakter yang mulia, serta menanam optimisme dan cita-cita positif.
"Jika guru berhasil menggabungkan ketiga tugas penting ini, maka sekolah akan menjadi rumah untuk membentuk kepribadian yang mulia bagi anak didik," tambah Nuh.
sumber: kompas.com